Berawal dari kompetisi riset, kini
hasil penelitiannya diproduksi massal dan diekspor hingga ke Amerika Serikat.
Pergolakan politik yang dipicu
kenaikan bahan bakar minyak (BBM) membuat suasana kampus lumayan panas. Akan
tetapi, Joko Istiyanto memilih fokus pada wacana lain. Ia melakukan riset untuk
menemukan peranti yang bisa memacu efisiensi enggunaaan bahan bakar, hingga
akhirnya merancang Fuel Efficiency Mximum (Femax).
“ Saya
menelitinya sejak 1997 saat kuliah di semester III Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY), terinsipirasi dari keperihatinan kenaikan harga BBM saat
itu,” paparnya ketika ditemui di Pusat Informasi Teknologi Energi-sains,
karangmalang, Di Yogyakarta.
Hasil penelitian
bersama seorang rekannya tersebut kemudian diikutkan dalam perlombaan karya
tulis tentang penghematan energi yang diselenggarakan Departemen Pendidikan
Nasional, departemen Pertambangan dan energi serta Pertamina. Setelah melewati
berbagai tahapan penilaian, hasil penelitian itu menggondol juara pertama.
Karena kala itu
masih kuliah semester III, pengembangan prototipe penelitiannya terhenti
sementara. Ia berencana menunggu hingga lulus kuliah untuk menyempurnakan
prototipe Femax.
Namun, rencana
tersebut tertunda setelah ia mendapat panggilan kerja di Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2003. Joko istiyanto kemudian merasa tidak
cocok dengan pekerjaan di balik meja. “Saya tidak menemukan passion saya,” ungkapnya.
Kembangkan Sendiri
Saat itu, Joko
menegaskan, bisa saja prototipe hasil penelitiannnya itu dijualnya ke pabrikan
otomotif. Namun, hal itu tidak ia lakukan agar Femax bisa bermanfaat untuk
banyak orang. “Jika dikerjakan sendiri, lebih banyak orang yang akan terbantu
karena mendapatkan pekerjaan,” kata Joko.
Joko kembali
mengembangkan Femax pada 2004 dan memasarkannya dengan bermodal tabungan dari
gajinya selama bekerja di Bappenas. “Modalnya sekitar Rp. 3 Juta,” paparnya.
Setelah merasa
bisnisnya mapan, pada 2006 ia memberanikan diri memproduksi Femax dalam jumlah
banyak. “Keyakinan itu didasari pengalaman pribadi. Sejak 1997 saya sudah
menggunakannya dan tidak ada efek negatif,”papar Joko yang kini telah mengundurkan
diri dari Bappenas.
“Untuk meyakinkan
masyarakat, mereka membutuhkan bukti, terlebih lagi Femax merupakan produk
komplementer yang diklaim membuat pemakaian bahan bakar lebih hemat.”
Namun, karena
Femax tergolong produk teknologi baru, tidak mudah mengedukasi masyarakat
tentang manfaat peranti itu. Pasalnya, untuk meyakinkan masyarakat, mereka
membutuhkan bukti, terlebih lagi Femax merupakan produk komplementer yang
diklaim membuat pemakaian bahan bakar lebih hemat. Dengan kata lain, kalaupun
tidak menggunakan produknya, kendaraan mereka tetap bisa berjalan.
Untuk itu, Joko
berani memberikan jaminan uang kembali. Calon pembeli dibiarkan memakai Femax.
Jika mereka merasa cocok, baru membayar. Selain itu, ia memberi garansi
setahun. Apabila dalam pemakaian selama setahun ada kerusakan pada Femax, ia
akan menggantinya dengan yang baru.
“Dengan cara itu
banyak yang tertarik, bahkan mengajak teman-temannya untuk memakai Femax.
Selain itu, saya juga datang dari satu bengkel ke bengkel lain, “kata Joko yang
hingga 2004 masih menangani seluruh proses bisnisnya sendiri, mulai dari
pembukuan, penjualan, hingga layanan purnajual.
EKSPOR
Setelah
diproduksi massal pada 2004, sampai sekarang diperkirakan sudah ada sekitar 100
ribu unit yang terjual. Joko juga telah mempunyai 99 cabang dan service center di kota-kota besar,
termasuk di luar Pulau Jawa.
Selain itu, Femax
juga telah merambah ke Malaysia, Vietnam, Thailand, Islandia, hingga Amerika
Serikat. Di negara-negara empat musim, selain mujarab untuk menghemat bahan
bakar, Femax berguna memanaskan bahan bakar agar mencair sebelum masuk proses
pembakaran saat musim dingin.
Femax diproduksi
di Klaten. Apabila dimaksimalkan dalam sehari bisa memproduksi 300-400 unit.
Namun, selama ini Joko memproduksi sesuai permintaan sehingga hanya memproduksi
100 unit per hari. Bisnis kini dijalankan 50 karyawan, belum termasuk agen dan
reseller di daerah.
Walau telah
dipasarkan luas, Joko mengakui sosialisasi dn edukasi masih menjadi kendala,
masih banyak masyarakat yang belum familier dengan Femax. Untuk itu, promosi
dan sosialisasi mutlak diperlukan. Namun, Joko masih terkendala dengan besarnya
biaya promosi yang harus digelontorkan.
Kendati begitu,
Joko mengaku optimistis Femax terus berkembang. Ia bercita-cita menjdikan Femax
merek papan atas.
Untuk itu, Femax
pun juga mengembangkan teknologi lain yang dibutuhkan konsumen sehari-hari,
seperti pengaman gas elpiji, alarm kebocorn gas, dan mengembangkan prototipe
mobil listrik.
“setiap ada
kegelisahan masyarakat, kita berusaha mencari solusi karena Femax merupakan
perusahaan berbasis solusi,” terangnya.